12 Mar 2010

Perempuan: masih ditindas masih melawan

Beberapa waktu lalu Rieke Dyah Pitaloka anggota komisi IX DPR RI melaporkan tindakan pelecehan yang dilakukan seorang dokter ke kepolisian setempat. Pelecehan tersebut terjadi pada saat kunjungan kerja ke sebuah rumah sakit daerah di Sulawesi Selatan. Alih-alih membuat permohonan maaf secara terbuka, pihak rumah sakit justru melindungi dokter seniornya itu. Kejadian tersebut dianggap sebuah kesalahpahaman semata.

Di tempat berbeda yakni di Bima-Nusa Tenggara Barat, rumah Marsiah dirusak dan dibakar warga. Warga mencurigai ia berselingkuh dan hamil saat ditinggal kerja ke Kalimantan oleh suaminya. Warga desa memiliki kepercayaan jika hujan absen cukup lama, dapat dipastikan ada warga (perempuan) yang melanggar norma agama dan adat. Maka pada awal bulan lalu, aparat desa dan ketua adat mengumpulkan gadis, janda dan perempuan yang lama ditinggalkan suami untuk dilakukan ritual pe’e yakni pemeriksaan status hamil atau tidak (Lombok Post, 02/03). Sanksi adat menanti bagi yang kedapatan hamil. Pada saat itu, Marsiah menolak untuk diperiksa sehingga warga merasa perempuan inilah yang membawa bencana bagi desa mereka. Setelah kejadian pengrusakan rumah, Marsiah akhirnya di bawa paksa dan diperiksa oleh aparat. Marsiah memang terbukti tidak hamil. Namun, pun jika Marsiah hamil semestinya kekerasan semacam ini tidak boleh terjadi.

Kejadian-kejadian tersebut seolah menggenapi rangkaian berita kasus-kasus kekerasan yang sehari-hari menimpa perempuan: perkosaan, perdagangan perempuan dan KDRT. Kekerasan terhadap perempuan terjadi disemua tingkatan dan perempuan miskin masih menjadi korban yang paling menderita dalam piramida masyarakat kita.

Belum lagi caci maki yang mesti perempuan terima jika perempuan hendak menempati posisi publik. , Komentar sinis dan bernada kecaman kerap diterima oleh istri-istri pejabat atau pengusaha ternama, perempuan artis, perempuan penyanyi dangdut yang mencoba peruntungannya di Pilkada untuk menjadi pejabat publik. Pertanyaan, gugatan dan tantangan sering diajukan kepada perempuan soal kelayakan dipilih menjadi politisi. Satu set rambu-rambu dipasang untuk mengukur kapasitas perempuan politisi. Semua hal menjadi dua kali lebih berat bagi perempuan.

Padahal tidak terhitung banyaknya politisi laki-laki kosong otaknya, berpoligami dan pelaku kekerasan terhadap perempuan. Namun sorotan tidak terlalu berlebihan buat mereka.

Kalau begini sudah jelas. Perempuan, mau ia kaya, berduit, miskin, tongpes, populer, medioker, pintar, bodoh, semuanya terdiskriminasi.


Selamat Hari Perempuan 8 Maret 2010!

Tidak ada komentar: